
Anak tantrum di depan umum, langsung merasa malu atau marah? Eits, jangan buru-buru menghakimi mereka nakal. Kadang, memahami apa yang mereka rasakan adalah kunci solusinya.
Apa yang sering kita lihat pada anak-anak kita seperti rengekan tanpa alasan, tantrum, melawan perintah orang tua sebenarnya bisa jadi sinyal atas sesuatu yang belum bisa mereka ungkapkan dengan benar. Sebagai orang tua, tugas kita bukan hanya mengontrol, tapi juga mendengarkan dan memahami dunia kecil mereka yang penuh emosi besar. Bagaimana caranya? Yuk, kita bahas!
Belum lama ini, saya dan dua anak saya yang berusia 4 tahun dan 7 tahun pergi ke minimarket untuk belanja kecil-kecilan. Niatnya sederhana: beli minyak goreng yang habis. Tapi, seperti biasa, rencana sederhana berubah jadi “petualangan”. Baru beberapa menit masuk, anak yang 4 tahun mulai menunjukkan tanda-tanda gelisah. Dia minta mobil mainan yang tidak ada dalam daftar belanja, dan ketika saya menolak, tangisannya pecah.Saat itu, rasanya seperti semua orang di minimarket sedang menatap saya. Saya ingin buru-buru menyelesaikan belanja dan keluar, tapi anak saya malah semakin keras menangis. Dalam hati, muncul rasa malu, frustrasi, bahkan sedikit marah. “Kalau tadi nggak ajak mereka, mungkin ga akan seperti ini?” pikir saya. Rasanya ingin segera mengeluarkan jurus pamungkas-pelototan disertai ancaman lalu pura-pura meninggalkannya. Namun, saya ingat selalu pesan suami agar berhenti sejenak sebelum merespon kejadian apapun. Lalu saya mencoba melihat situasi dari sudut pandang anak. Mungkin dia lelah. Mungkin dia hanya ingin perhatian saya karena sebelumnya kami sibuk dan kurang waktu bersama. Mungkin dia merasa kalau permintaannya di tolak berarti dia tidak disayangi. Apa pun alasannya, saya sadar, menghakiminya sebagai “anak nakal” tidak akan membantu sama sekali.
Banyak orang tua yang sering kali terlalu cepat menghakimi ketika anak-anak menunjukkan perilaku yang tidak sesuai harapan. Misalnya:
- Dalam pikiran anak selalu ingin main gadget = “ Kenapa kamu nggak bisa seperti kakak/adik/saudara/teman yang nggak main gadget terus? ”
- Anak malas belajar = “ Mau jadi apa kamu kalau begini terus? Masa depanmu gelap kalau nggak belajar! ”
- Anak tantrum = “Dasar nakal, bikin malu Mama!”
Pernyataan seperti ini mungkin keluar tanpa kita sadari. Tapi tahukah, Bun? Saat kita menghakimi, anak bukan hanya merasa tidak dimengerti, tapi juga mulai meragukan diri mereka sendiri. Mereka mungkin berpikir, “Aku memang anak yang buruk,” dan kepercayaan diri mereka bisa terkikis sedikit demi sedikit.Salah satu alasan utama mengapa kita sering menghakimi adalah karena kita lupa bahwa anak-anak belum memiliki keterampilan untuk mengelola emosi mereka. Apa yang kita lihat sebagai “drama” adalah cara mereka meminta bantuan untuk mengatasi perasaan yang mereka sendiri tidak mengerti.
Mengasuh anak adalah perjalanan panjang sebagai jalan peghambaan. Mereka Allah jadikan alat untuk beribadah kepada-Nya—ada tawa, ada tangis, ada marah, ada sedih dan ada pula pelukan hangat dan kata-kata lucu mereka yang impulsif. Saat anak kita menangis di tengah minimarket, meminta hal-hal yang tampak remeh bagi kita, pahamilah bahwa mereka tidak sedang mencoba menjadi “nakal.” Mereka sedang belajar memahami dunia, emosi, dan diri mereka sendiri.Kita, sebagai orang tua, adalah panduan pertama mereka. Cara kita merespons setiap rengekan, tantrum, atau sikap mereka yang sulit, akan menjadi pondasi dalam kebesaran mereka kelak. Anak-anak tidak butuh orang tua yang sempurna. Mereka hanya butuh orang tua yang bersedia mendengarkan, memeluk, terus belajar dan memahami tanpa menghakimi.Mungkin hari ini sulit, mungkin kita merasa lelah. Tapi di tengah kelelahan itu, ada cinta yang tak tergantikan. Ketika kita memilih untuk berhenti sejenak, menahan marah, dan mencoba melihat dunia dari mata mereka yang polos, kita bukan hanya mendidik mereka, tetapi juga membangun hubungan yang akan mereka kenang selamanya.Jadi, mari kita belajar untuk memahami dulu sebelum menghakimi. Karena di balik setiap tantrum kecil mereka, ada hati yang hanya ingin dicintai tanpa syarat, dan itu adalah hati yang telah Allah titipkan kepada kita untuk kita jaga dengan sebaik-baiknya.“Orang tua yang hebat bukanlah yang tak pernah merasa lelah, tetapi yang tetap memilih cinta meski dalam lelah.”Semoga kita selalu diberikan kekuatan, kesabaran, dan kebijaksanaan untuk menjalani peran mulia ini. 💕